Mataram (NTBSatu) – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia mengalami deflasi (penurunan harga) secara bulanan 0,08 persen pada Juni 2024.
“Jika melihat perhitungan secara bulanan, terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 106,37 pada Mei 2024 menjadi 106,28 pada Juni 2024. Penyumbang angka deflasi ini antara lain bawang merah dan tomat,” kata Plt Sekretaris Utama BPS Imam Machdi, pada Siaran Resmi Statistik, Senin, 1 Juli 2024.
Imam mengatakan, deflasi bulan Juni ini lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,03 persen dan merupakan deflasi kedua pada 2024.
Menurut BPS, deflasi secara bulanan terjadi karena adanya penurunan harga di sejumlah indeks kelompok pengeluaran. Secara perinci, kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencatatkan deflasi paling dalam mencapai 0,49 persen (MtM).
Ada pula kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang mengalami deflasi sebesar 0,02 persen (MtM). Sementara itu, tingkat inflasi tahunan (year on year/YoY) Indonesia sebesar 2,51 persen pada bulan lalu.
Angkanya lebih rendah dibandingkan dengan Mei 2024 yang sebesar 2,84 persen (YoY).
Imam juga menyinggung beberapa peristiwa penting pada Juni 2024 yang turut berpengaruh terhadap angka inflasi dan deflasi.
Salah satunya, kebijakan Badan Pangan Nasional yang menetapkan harga eceran tertinggi (HET) baru untuk komoditas beras kualitas premium dan medium, sesuai peraturan Bapanas Nomor 5 tahun 2024 yang berlaku sejak 5 Juni 2024.
“Harga eceran tertinggi bervariasi sesuai dengan wilayah, mulai dari Rp 12.500-13.500 per kg untuk kualitas medium. Dan, Rp 14.900-15.800 per kg untuk kualitas premium,” terang Imam.
Peristiwa penting lain yang punya andil besar, yakni penerapan Hari Raya Idul Adha pada 17 Juni 2024, dengan penambahan hari cuti bersama pada 18 Juni 2024.
Komoditas Penyumbang Deflasi di Juni 2024
Potret pedagang sembako di Pasar Induk Mandalika, Bertais sedang melayani pembeli. Foto: Sita Saraswati
Beberapa komoditas utama penyumbang deflasi antara lain bawang merah, tomat, daging ayam ras, dan telur ayam ras dengan masing-masing andil deflasi sebesar 0,09 persen, 0,07 persen, 0,05 persen, dan 0,02 persen.
Di sisi lain, sektor yang mengalami inflasi tahunan paling tinggi ialah kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 5,24 persen (YoY). Kemudian ada kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan inflasi sebesar 4,95 persen (YoY).
Sementara untuk komoditas penyumbang utama inflasi secara tahunan adalah emas perhiasan, gula pasir, nasi dengan lauk, sigaret kretek mesin (SKM), tarif angkutan udara, sigaret kretek tangan (SKT), beras, cabai merah, dan bawang merah.
BPS: 26 Provinsi Alami Deflasi Bulanan
Berita Resmi Statistik BPS Senin, 1 Juli 2024
Imam menyebut ada 26 provinsi dari 38 provinsi mengalami deflasi, sedangkan 12 lainnya mengalami inflasi secara bulanan.
“Deflasi terbesar terjadi di Papua Selatan yakni 1,11 persen (MtM). Di atasnya ada Bali yang mengalami deflasi sebesar 0,55 persen (MtM),” paparnya.
Adapun seluruh provinsi mengalami inflasi secara tahunan pada Juni 2024.
Papua Pegunungan merupakan provinsi dengan angka Inflasi tertinggi dengan angka mencapai 5,65 persen (YoY). Posisi kedua ada Sulawesi Utara dengan inflasi 4,42 persen (YoY).
Artikel BPS: 26 Provinsi Alami Deflasi Bulanan, Paling tinggi Papua Selatan pertama kali tampil pada NTBSatu.